MEDAN - Pemilik gudang CV. Boemi Coffee Indonesia, Romi Ahmed (53), warga Jalan Garuda, Medan Sunggal ternyata sebagai terlapor di Polrestabes Medan, Minggu (5/3/2023) pukul 20:50 Wib.
Dijelaskan, Sartina Lylys Susiyanti Malau (28), warga Jalan Pertahanan, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang telah melaporkan Romi Ahmed (53) ke Polrestabes Medan pada tanggal 16 Februari 2023, pukul 12:47 Wib terkait dugaan penipuan dan penggelapan.
Baca juga:
Bupati Asahan Ikuti Jumat Curhat
|
Hal itu dibuktikan berdasarkan dengan laporan polisi nomor STTLP/B/567/ll/2023/SPKT Restabes Medan/Polda Sumatera Utara, tanggal 16 Februari 2023.
Kepada awak media, Sartina mengaku bahwa dirinya dan orang tuanya, M. Nababan adalah rekan kerja atau mitra bisnis Romi dalam menyuplai biji kopi.
"Selaku rekan kerja atau mitra bisnis dari saudara Romi, yaitu Direktur sekaligus owner dari CV. Boemi Coffee Indonesia. Kami sudah mulai bisnis ini dari tahun 2016, dimana benar Bapak Romi sebagai owner dan saya sebagai suplayer, investor tunggal dari CV tersebut, " jelas Sartina.
Lebih lanjut, Sartina menyebut setiap kontrak yang dimiliki Romi pasti Sartika yang menyuplai ke Romi.
"Saya telah mengirimkan banyak barang, setiap kontrak yang dia miliki, suplayer nya adalah saya yang memasukan barang berupa biji kopi, baik dari Aceh, Medan ataupun daerah lainnya, " sambungnya.
Sartina juga menjelaskan bahwa terkait pembayaran diterima setelah barang dikirim ke luar negeri oleh Romi, baru pihak owner membayar kepada Sartina.
"Sebelumnya kerja sama ini kami lakukan dengan dasar kepercayaan, dimana kami memberikan uang ataupun barang kepada saudara Romi Ahmed dan pembayaran dilakukan setelah barang dikirim ke luar negeri dan bukti pegangan yang kami pegang adalah berupa cek tunai ataupun giro selama ini. Namun beberapa saat terakhir ini kami mengalami cekcok dan tidak ada kesesuaian, yang mengakibatkan saya tidak lagi duduk di gudang tersebut. Sehingga kami lakukan perjanjian pembayaran hutang piutang, yang mana pihak dari bapak Romi Ahmed sendiri pihak yang berhutang kepada saya ataupun ibu saya. Setelah kami melakukan perjanjian pembayaran hutang piutang, kami bersepakat untuk melakukan pembukaan rekening join accoun atau penandatanganan spesimen berdua di Bank BRI yang mana tidak ada uang yang bisa dicairkan yang menggunakan cek atau giro tanpa adanya tanda tangan dari kedua belah pihak, yakni Romi Ahmed dan saya sendiri. Namun 5 Desember, bapak Romi Ahmed melakukan perubahan spesimen secara tiba - tiba tanpa adanya konfirmasi kepada saya, " sebutnya.
Hal itu diketahui Sartina dari pihak Bank pada akhir bulan Januari tahun 2023.
"Saya sendiri mendaptkan berita tersebut dari pihak Bank BRI pada akhir Januari, setelah saya melakukan clering cek sebesar 500 juta rupiah. Kliring kedua saya lakukan pada tanggal 6 februari dan ternyata cek tersebut kosong, setelah saya menanyakan pembayaran, bapak Romi Ahmed mengatakan bahwasanya barang saya dirijek dan tidak dikirim. Namun, setelah saya melakukan penelusuran kepada pembeli maupun pihak terkait, ada kabar bahwasanya barang tersebut sudah dijual senilai 2 M lebih per kontainernya dan ada 2 kontainer yang sudah dikirim, namun pengakuan dari Ahmed barang saya dirijek, " kesalnya.
Kurang yakin dengan informasi yang didapat, Sartina kembali lagi ke Bank untuk menanyakan apakah ada pembayaran terkait penjualan.
"Setelah saya melakukan penelusuran lebih lanjut kepada pihak Bank, saya mendapatkan kabar bahwa benar sudah ada pembayaran dari hawer, " cetusnya.
Merasa dirugikan dan diduga ditipu, Sartina dan orang tuanya melakukan mediasi secara kekeluargaan, namun tidak mendapatkan penyelesaian sehingga Sartina melaporkan Romi Ahmed ke Polrestabes Medan.
"Oleh karena itu saya dirugikan dan merasa ditipu. Proses mediasi pun secara kekeluargaan, namun tidak adanya titik temu. Saya membuat LP di Polrestabes Medan 16 Februari 2023, " tegasnya.
Setelah melaporkan, Polrestabes Medan melakukan cek TKP di gudang Jalan Harapan Blok, Puji Mulyo, Sunggal Kabupaten Deliserdang.
"Dilakukan cek TKP oleh pihak Polrestabes Medan, Tim menyampaikan kepada mereka bahwa tidak boleh ada penggeseran atau pemindahan barang, baik sebagian ataupun seluruhnya dari CV. Boemi Coffee Indonesia, sampai ditemukan titik temu antara kami dalam pembayaran hutang tersebut, " katanya.
Diakhir penjelasannya, Sartina mendapat kabar bahwa adanya penjualan biji kopi kepada saudara BT dengan tonase sekitar 4 ton.
"Pada tanggal 21, kemudian ada saya dengar kabar bahwasanya telah dilakukan penjualan barang berupa cabutan kepada saudara BT sebesar kurang lebih 4 ton. Dan setelah saya menghubungi bapak BT, dirinya mengakui telah membeli barang cabutan dari CV Boemi Coffee Indonesia dan melakukan transfer kepada anaknya yang bernama Ahmad Abrar, ada bukti berupa bukti pengeluaran barang serta bon timbangnya dengan nominal 208 juta rupiah, " tutupnya.
Ditempat yang sama, suami Sartina Malau dan Abang ipar Sartina Malau yang diketahui adalah seorang aparat ikut serta mendatangi gudang CV Boemi Coffee Indonesia bertujuan untuk menjaga agar adik iparnya dan mertuanya tidak terjadi hal - hal yang tidak diinginkan. Karena menurutnya, lokasi tersebut dijaga oleh para pereman.
"Saya AS bersama adik saya AG, disini mencoba klarifikasi menyatakan yang sebenarnya atas permasalahan yang dikaitkan kepada kami dengan tuduhan dugaan penjarahan dan pengerusakan gudang atas nama saudara Romi. Yang sebenarnya terjadi, kedatangan kami disana tidak menggunakan atribut dan tidak membawakan pribadi sebagai militer, tapi kami datang kesana sebagai anak dan menantu dari orang tua saya, ibu M. Nababan, " terang AS.
"Dan kedatangan kami disana bukan untuk membuat onar, melainkan mengamankan keluarga kami, mertua kami, karena kami tau disana dari informasi juga dari pihak bapak Romi menggunakan pengamanan dari jasa preman. Jadi kedatangan kami disana untuk mencegah adanya gangguan preman terhadap keluarga kami, diluar dari situ untuk mengurus biaya kerugian perusahaan sudah dilimpahkan kepada kuasa hukum kami, " jelasnya.
Sementara itu, orang tua Sartika yang bernama M. Nababan mengaku bahwa dirinya mengambil biji kopi dari CV. Boemi Coffee Indonesia dikarenakan sudah sekitar 6 bulan belum ada menerima pembayaran.
"Barang kita sendiri, karena sudah lebih kurang 6 bulan tidak dibayar - bayar. Barangnya berupa kopi yang kita jual sama dia. sebetulnya lebih kurang 60 ton, barang yang kita tarik dari dia lebih kurang 57 ton, nilai uang kita yang terakhir 5.5 M, " tutupnya.
Ternyata, pada saat pengambilan barang milik M. Nababan di gudang CV. Boemi Coffee Indonesia, Romi melaporkan M. Nababan ke Polda Sumatera Utara dengan dugaan penjarahan barang.
Kuasa Hukum Romi, Guntur Peranginangin saat dikonfirmasi terkait kliennya sebagai terlapor di Polrestabes Medan mengungkapkan bahwa dirinya membenarkan bahwa kliennya sebagai terlapor di Polrestabes Medan. Namun dirinya tidak mengetahui terkait kasus apa, karena tidak ada kuasa diterimanya terkait laporan di Polrestabes Medan.
"Betul - betul, Kalau terkait dengan laporan itu, saya kan tidak pegang kuasa laporan itu, saya tidak bisa jelaskan itu karena bukan saya pengacaranya, ada pihak kuasa yang bisa menjelaskan itu, " sebut Guntur.
Begitu juga terkait penyuplai tunggal di CV. Boemi Coffee Indonesia, Guntur menjelaskan berdasarkan informasi dari kliennya bahwa barang yang diambil M. Nababan milik kliennya.
"Iya belum, belum, belum bisa dijawab itu. Saya mendapat informasi dari klien saya bahwa barang yang diambil itu adalah milik klien saya, nah dan itu tanpa ada izin dari klien saya ngambilnya, " jelasnya.
"Kalau terkait yang penyuplai tunggal, saya tidak tau siapa, karena kita tidak tanya siapa penyuplai tunggalnya, kita gak tanya kesitu. Berdasarkan keterangan klien saya bahwasanya banyak pihak penyuplai di tempat dia, bukan hanya si pelapor, " tutupnya.